Wednesday 20 November 2013

Kenapa Harus Ber-Manhaj Salaf ?

0 komentar
Kenapa Harus Ber-Manhaj Salaf ?
Mungkin ini pertanyaan yang akan terbesit dalam
pikiran kita ketika baru pertama kali mengenal
Manhaj Salaf, berikut ini akan ana coba
paparkan kenapa kita harus bermanhaj salaf, dan
apa itu salaf. TAK KENAL MAKA TAK SAYANG,
itu pepatah yang tepat untuk mereka yang
membeci manhaj ini. Bacalah dengan kepala
dingin yak, tinggalkanlah sejenak hawa nafsumu
untuk menghujat. Artikel yang akan ana tulis ini
tidak lain bersumber dari Al-Qur'an, Hadits, dan
Situs-situs Salafy Tentunya.
Bismillah...
Orang-orang yang hidup pada zaman Nabi
adalah generasi terbaik dari umat ini. Mereka
telah mendapat pujian langsung dari Allah dan
Rasul-Nya sebagai sebaik-baik manusia. Mereka
adalah orang-orang yang paling paham agama
dan paling baik amalannya sehingga kepada
merekalah kita harus merujuk.
Manhaj Salaf, bila ditinjau dari sisi kalimat
merupakan gabungan dari dua kata; manhaj dan
salaf. Manhaj dalam bahasa Arab sama dengan
minhaj, yang bermakna: Sebuah jalan yang
terang lagi mudah. (Tafsir Ibnu Katsir 2/63, Al
Mu’jamul Wasith 2/957).
Sedangkan salaf, menurut etimologi bahasa Arab
bermakna: Siapa saja yang telah mendahuluimu
dari nenek moyang dan karib kerabat, yang
mereka itu di atasmu dalam hal usia dan
keutamaan. (Lisanul Arab, karya Ibnu Mandhur
7/234).
Dan dalam terminologi syariat bermakna: Para
imam terdahulu yang hidup pada tiga abad
pertama Islam, dari para shahabat Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, tabi’in (murid-
murid shahabat) dan tabi’ut tabi’in (murid-murid
tabi’in). (Lihat Manhajul Imam As Syafi’i fii
Itsbatil ‘Aqidah, karya Asy Syaikh Dr.
Muhammad bin Abdul Wahhab Al ‘Aqil, 1/55).
Sumber : http://www.asysyariah.com
Berdasarkan definisi di atas, maka manhaj salaf
adalah: Suatu istilah untuk sebuah jalan yang
terang lagi mudah, yang telah ditempuh oleh
para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam, tabi’in dan tabi’ut tabi’in di dalam
memahami dienul Islam yang dibawa Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Seorang yang
mengikuti manhaj salaf ini disebut dengan Salafy
atau As Salafy, jamaknya Salafiyyun atau As
Salafiyyun. Al Imam Adz Dzahabi berkata: “As
Salafi adalah sebutan bagi siapa saja yang
berada di atas manhaj salaf.” (Siyar A’lamin
Nubala 6/21).
Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf
(Salafiyyun) biasa disebut dengan Ahlus Sunnah
wal Jamaah dikarenakan berpegang teguh
dengan Al Quran dan As Sunnah dan bersatu di
atasnya. Disebut pula dengan Ahlul Hadits wal
Atsar dikarenakan berpegang teguh dengan
hadits dan atsar di saat orang-orang banyak
mengedepankan akal. Disebut juga Al Firqatun
Najiyyah, yaitu golongan yang Allah selamatkan
dari neraka (sebagaimana yang akan disebutkan
dalam hadits Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash),
disebut juga Ath Thaifah Al Manshurah,
kelompok yang senantiasa ditolong dan
dimenangkan oleh Allah (sebagaimana yang
akan disebutkan dalam hadits Tsauban). (Untuk
lebih rincinya lihat kitab Ahlul Hadits Humuth
Thaifatul Manshurah An Najiyyah, karya Asy
Syaikh Dr. Rabi’ bin Hadi Al Madkhali).
Manhaj salaf dan Salafiyyun tidaklah dibatasi
(terkungkung) oleh organisasi tertentu, daerah
tertentu, pemimpin tertentu, partai tertentu, dan
sebagainya. Bahkan manhaj salaf mengajarkan
kepada kita bahwa ikatan persaudaraan itu
dibangun di atas Al Quran dan Sunnah
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dengan
pemahaman Salafush Shalih. Siapa pun yang
berpegang teguh dengannya maka ia saudara
kita, walaupun berada di belahan bumi yang lain.
Suatu ikatan suci yang dihubungkan oleh ikatan
manhaj salaf, manhaj yang ditempuh oleh
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan para
sahabatnya.
Manhaj salaf merupakan manhaj yang harus
diikuti dan dipegang erat-erat oleh setiap muslim
di dalam memahami agamanya. Mengapa?
Karena demikianlah yang dijelaskan oleh Allah di
dalam Al Quran dan demikian pula yang
dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam di dalam Sunnahnya. Sedang kan Allah
telah berwasiat kepada kita: “Kemudian jika
kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan
Rasul (sunnahnya), jika kalian benar-benar
beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Yang
demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih
baik akibatnya.” (An Nisa’: 59)
Adapun ayat-ayat Al Quran yang menjelaskan
agar kita benar-benar mengikuti manhaj salaf
adalah sebagai berikut: 1. Allah Subhanahu Wa
Ta’ala berfirman : “Tunjukilah kami jalan yang
lurus. Jalannya orang-orang yang telah Engkau
beri nikmat.” (Al Fatihah: 6-7)
Al Imam Ibnul Qayyim berkata: “Mereka adalah
orang-orang yang mengetahui kebenaran dan
berusaha untuk mengikutinya…, maka setiap
orang yang lebih mengetahui kebenaran serta
lebih konsisten dalam mengikutinya, tentu ia
lebih berhak untuk berada di atas jalan yang
lurus. Dan tidak diragukan lagi bahwa para
sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam,
mereka adalah orang-orang yang lebih berhak
untuk menyandang sifat (gelar) ini daripada
orang-orang Rafidhah.” (Madaarijus Saalikin,
1/72).
Penjelasan Al Imam Ibnul Qayyim tentang ayat di
atas menunjukkan bahwa para sahabat
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, yang
mereka itu adalah Salafush Shalih, merupakan
orang-orang yang lebih berhak menyandang
gelar “orang-orang yang telah diberi nikmat oleh
Allah” dan “orang-orang yang berada di atas
jalan yang lurus”, dikarenakan betapa dalamnya
pengetahuan mereka tentang kebenaran dan
betapa konsistennya mereka dalam
mengikutinya. Gelar ini menunjukkan bahwa
manhaj yang mereka tempuh dalam memahami
dienul Islam ini adalah manhaj yang benar dan
di atas jalan yang lurus, sehingga orang-orang
yang berusaha mengikuti manhaj dan jejak
mereka, berarti telah menempuh manhaj yang
benar, dan berada di atas jalan yang lurus pula.
2. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: “Dan
barangsiapa menentang Rasul setelah jelas
baginya kebenaran, dan mengikuti selain
jalannya orang-orang mukmin, kami biarkan ia
leluasa bergelimang dalam kesesatan dan kami
masukkan ia ke dalam Jahannam,, dan
Jahannam itu seburuk-buruk tempat
kembali.” (An Nisa’: 115)
Al Imam Ibnu Abi Jamrah Al Andalusi berkata:
“Para ulama telah menjelaskan tentang makna
firman Allah (di atas): ‘Sesungguhnya yang
dimaksud dengan orang-orang mukmin disini
adalah para sahabat Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam dan generasi pertama dari umat
ini, karena mereka merupakan orang-orang yang
menyambut syariat ini dengan jiwa yang bersih.
Mereka telah menanyakan segala apa yang tidak
dipahami (darinya) dengan sebaik-baik
pertanyaan, dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam pun telah menjawabnya dengan
jawaban terbaik. Beliau terangkan dengan
keterangan yang sempurna. Dan mereka pun
mendengarkan (jawaban dan keterangan
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
tersebut), memahaminya, mengamalkannya
dengan sebaik-baiknya, menghafalkannya, dan
menyampaikannya dengan penuh kejujuran.
Mereka benar-benar mempunyai keutamaan
yang agung atas kita. Yang mana melalui
merekalah hubungan kita bisa tersambungkan
dengan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam,
juga dengan Allah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam.’” (Al Marqat fii Nahjissalaf Sabilun
Najah hal. 36-37)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Dan
sungguh keduanya (menentang Rasul dan
mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin –
red) adalah saling terkait, maka siapa saja yang
menentang Rasul sesudah jelas baginya
kebenaran, pasti ia telah mengikuti selain jalan
orang-orang mukmin. Dan siapa saja yang
mengikuti selain jalan orang-orang mukmin
maka ia telah menentang Rasul sesudah jelas
baginya kebenaran.” (Majmu’ Fatawa, 7/38).
Setelah kita mengetahui bahwa orang-orang
mukmin dalam ayat ini adalah para sahabat
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam (As
Salaf), dan juga keterkaitan yang erat antara
menentang Rasul dengan mengikuti selain
jalannya orang-orang mukmin, maka dapatlah
disimpulkan bahwa mau tidak mau kita harus
mengikuti “manhaj salaf”, jalannya para sahabat.
Sebab bila kita menempuh selain jalan mereka di
dalam memahami dienul Islam ini, berarti kita
telah menentang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam dan akibatnya sungguh mengerikan…
akan dibiarkan leluasa bergelimang dalam
kesesatan… dan kesudahannya masuk ke dalam
neraka Jahannam, seburuk-buruk tempat
kembali… na’udzu billahi min dzaalik.
3. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: “Dan
orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama
(masuk Islam) dari kalangan Muhajirin dan
Anshar, serta orang-orang yang mengikuti
mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka
dan mereka pun ridha kepada Allah, dan Allah
menyediakan bagi mereka surga-surga yang
mengalir di dalamnya sungai-sungai, mereka
kekal abadi di dalamnya. Itulah kesuksesan yang
agung.” (At-Taubah: 100).
Dalam ayat ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak
mengkhususkan ridha dan jaminan jannah
(surga)-Nya untuk para sahabat Muhajirin dan
Anshar (As Salaf) semata, akan tetapi orang-
orang yang mengikuti mereka dengan baik pun
mendapatkan ridha Allah dan jaminan surga
seperti mereka.
Al Hafidh Ibnu Katsir berkata: “Allah Subhanahu
Wa Ta’ala mengkhabarkan tentang keridhaan-
Nya kepada orang-orang yang terdahulu dari
kalangan Muhajirin dan Anshar, serta orang-
orang yang mengikuti jejak mereka dengan baik,
dan ia juga mengkhabarkan tentang ketulusan
ridha mereka kepada Allah, serta apa yang telah
Ia sediakan untuk mereka dari jannah-jannah
(surga-surga) yang penuh dengan kenikmatan,
dan kenikmatan yang abadi.” (Tafsir Ibnu Katsir,
2/367). Ini menunjukkan bahwa mengikuti
manhaj salaf akan mengantarkan kepada ridha
Allah dan jannah Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
ﻓَﺈِﻥْ ﺀَﺍﻣَﻨُﻮﺍ ﺑِﻤِﺜْﻞِ ﻣَﺎ ﺀَﺍﻣَﻨْﺘُﻢْ ﺑِﻪِ ﻓَﻘَﺪِ ﺍﻫْﺘَﺪَﻭْﺍ ﻭَﺇِﻥْ ﺗَﻮَﻟَّﻮْﺍ
ﻓَﺈِﻧَّﻤَﺎ ﻫُﻢْ ﻓِﻲ ﺷِﻘَﺎﻕٍ Artinya : "Maka jika mereka
beriman kepada apa yang kamu telah beriman
kepadanya, sungguh mereka telah mendapat
petunjuk; dan jika mereka berpaling,
sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan
(dengan kamu)." [QS Al Baqoroh: 137]
Adapun hadits-hadits Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam adalah sebagai berikut: 1.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
bersabda: “Sesungguhnya barang siapa di antara
kalian yang hidup sepeninggalku nanti maka ia
akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh
karena itu wajib bagi kalian untuk berpegang
teguh dengan sunnahku, dan sunnah Al Khulafa’
Ar Rasyidin yang terbimbing, berpeganglah erat-
erat dengannya dan gigitlah ia dengan gigi-gigi
geraham…” (Shahih, HR Abu Dawud, At Tirmidzi,
Ad Darimi, Ibnu Majah dan lainnya dari sahabat
Al ‘Irbadh bin Sariyah. Lihat Irwa’ul Ghalil, hadits
no. 2455). Dalam hadits ini dengan tegas
dinyatakan bahwa kita akan menyaksikan
perselisihan yang begitu banyak di dalam
memahami dienul Islam, dan jalan satu-satunya
yang mengantarkan kepada keselamatan ialah
dengan mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam dan sunnah Al Khulafa’ Ar
Rasyidin (Salafush Shalih). Bahkan Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memerintahkan agar
kita senantiasa berpegang teguh dengannya. Al
Imam Asy Syathibi berkata: “Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam -sebagaimana yang
engkau saksikan- telah mengiringkan sunnah Al
Khulafa’ Ar Rasyidin dengan sunnah beliau, dan
bahwasanya di antara konsekuensi mengikuti
sunnah beliau adalah mengikuti sunnah
mereka…, yang demikian itu dikarenakan apa
yang mereka sunnahkan benar-benar mengikuti
sunnah nabi mereka  atau mengikuti apa yang
mereka pahami dari sunnah beliau Shallallahu
‘Alaihi Wasallam, baik secara global maupun
secara rinci, yang tidak diketahui oleh selain
mereka.”(Al I’tisham, 1/118).
2. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
bersabda : “Terus menerus ada sekelompok kecil
dari umatku yang senantiasa tampil di atas
kebenaran. Tidak akan memudharatkan mereka
orang-orang yang menghinakan mereka, sampai
datang keputusan Allah dan mereka dalam
keadaan seperti itu.” (Shahih, HR Al Bukhari dan
Muslim, lafadz hadits ini adalah lafadz Muslim
dari sahabat Tsauban, hadits no. 1920).
Al Imam Ahmad bin Hanbal berkata (tentang
tafsir hadits di atas): “Kalau bukan Ahlul Hadits,
maka aku tidak tahu siapa mereka?!” (Syaraf
Ashhabil Hadits, karya Al Khatib Al Baghdadi,
hal. 36).
Al Imam Ibnul Mubarak, Al Imam Al Bukhari, Al
Imam Ahmad bin Sinan Al Muhaddits, semuanya
berkata tentang tafsir hadits ini: “Mereka adalah
Ahlul Hadits.” (Syaraf Ashhabil Hadits, hal. 26,
37). Asy Syaikh Ahmad bin Muhammad Ad
Dahlawi Al Madani berkata: “Hadits ini
merupakan tanda dari tanda-tanda kenabian
(Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam), di
dalamnya beliau telah menyebutkan tentang
keutamaan sekelompok kecil yang senantiasa
tampil di atas kebenaran, dan setiap masa dari
jaman ini tidak akan lengang dari mereka. Beliau
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mendoakan mereka
dan doa itupun terkabul. Maka Allah ‘Azza Wa
Jalla menjadikan pada tiap masa dan jaman,
sekelompok dari umat ini yang memperjuangkan
kebenaran, tampil di atasnya dan
menerangkannya kepada umat manusia dengan
sebenar-benarnya keterangan. Sekelompok kecil
ini secara yakin adalah Ahlul Hadits insya Allah,
sebagaimana yang telah disaksikan oleh
sejumlah ulama yang tangguh, baik terdahulu
ataupun di masa kini.” (Tarikh Ahlil Hadits, hal
131).
Ahlul Hadits adalah nama lain dari orang-orang
yang mengikuti manhaj salaf. Atas dasar itulah,
siapa saja yang ingin menjadi bagian dari
“sekelompok kecil” yang disebutkan oleh
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam
hadits di atas, maka ia harus mengikuti manhaj
salaf.
3. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
bersabda: “…. Umatku akan terpecah belah
menjadi 73 golongan, semuanya masuk ke dalam
neraka, kecuali satu golongan. Beliau ditanya:
‘Siapa dia wahai Rasulullah?’. Beliau menjawab:
golongan yang aku dan para sahabatku
mengikuti.” (Hasan, riwayat At Tirmidzi dalam
Sunannya, Kitabul Iman, Bab Iftiraqu Hadzihil
Ummah, dari sahabat Abdullah bin ‘Amr bin Al
‘Ash).
Asy Syaikh Ahmad bin Muhammad Ad Dahlawi Al
Madani berkata: “Hadits ini sebagai nash (dalil–
red) dalam perselisihan, karena ia dengan tegas
menjelaskan tentang tiga perkara: - Pertama,
bahwa umat Islam sepeninggal beliau akan
berselisih dan menjadi golongan-golongan yang
berbeda pemahaman dan pendapat di dalam
memahami agama. Semuanya masuk ke dalam
neraka, dikarenakan mereka masih terus
berselisih dalam masalah-masalah agama
setelah datangnya penjelasan dari Rabb Semesta
Alam. - Kedua, kecuali satu golongan yang Allah
selamatkan, dikarenakan mereka berpegang
teguh dengan Al Quran dan Sunnah Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan mengamalkan
keduanya tanpa adanya takwil dan
penyimpangan. - Ketiga, Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam telah menentukan golongan
yang selamat dari sekian banyak golongan itu. Ia
hanya satu dan mempunyai sifat yang khusus,
sebagaimana yang telah dijelaskan oleh
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sendiri
(dalam hadits tersebut) yang tidak lagi
membutuhkan takwil dan tafsir. (Tarikh Ahlil
Hadits hal 78-79). Tentunya, golongan yang
ditentukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam itu adalah yang mengikuti manhaj
salaf, karena mereka di dalam memahami dienul
Islam ini menempuh suatu jalan yang Rasulullah
dan para sahabatnya berada di atasnya.
Berdasarkan beberapa ayat dan hadits di atas,
dapatlah diambil suatu kesimpulan, bahwa
manhaj salaf merupakan satu-satunya manhaj
yang harus diikuti di dalam memahami dienul
Islam ini, karena: 1. Manhaj salaf adalah manhaj
yang benar dan berada di atas jalan yang lurus.
2. Mengikuti selain manhaj salaf berarti
menentang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam, yang berakibat akan diberi
keleluasaan untuk bergelimang di dalam
kesesatan dan tempat kembalinya adalah
Jahannam. 3. Orang-orang yang mengikuti
manhaj salaf dengan sebaik-baiknya, pasti
mendapat ridha dari Allah dan tempat
kembalinya adalah surga yang penuh dengan
kenikmatan, kekal abadi di dalamnya. 4. Manhaj
salaf adalah manhaj yang harus dipegang erat-
erat, tatkala bermunculan pemahaman-
pemahaman dan pendapat-pendapat di dalam
memahami dienul Islam, sebagaimana yang
diwasiatkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam. 5. Orang-orang yang mengikuti
manhaj salaf, mereka adalah sekelompok dari
umat ini yang senantiasa tampil di atas
kebenaran, dan senantiasa mendapatkan
pertolongan dan kemenangan dari Allah
Subhanahu Wa Ta’ala. 6. Orang-orang yang
mengikuti manhaj salaf, mereka adalah golongan
yang selamat dikarenakan mereka berada di atas
jalan yang ditempuh oleh Rasulullah dan para
sahabatnya. Oleh karena itu, tidaklah
mengherankan jika: 1. Al Imam Abdurrahman bin
‘Amr Al Auza’i berkata: “Wajib bagimu untuk
mengikuti jejak salaf walaupun banyak orang
menolakmu, dan hati-hatilah dari pemahaman/
pendapat tokoh-tokoh itu walaupun mereka
mengemasnya untukmu dengan kata-kata (yang
indah).” (Asy Syari’ah, karya Al Imam Al Ajurri,
hal. 63). 2. Al Imam Abu Hanifah An Nu’man bin
Tsabit berkata: “Wajib bagimu untuk mengikuti
atsar dan jalan yang ditempuh oleh salaf, dan
hati-hatilah dari segala yang diada-adakan
dalam agama, karena ia adalah
bid’ah.” (Shaunul Manthiq, karya As Suyuthi, hal.
322, saya nukil dari kitab Al Marqat fii Nahjis
Salaf Sabilun Najah, hal. 54). 3. Al Imam Abul
Mudhaffar As Sam’ani berkata: “Syi’ar Ahlus
Sunnah adalah mengikuti manhaj salafush shalih
dan meninggalkan segala yang diada-adakan
(dalam agama).” (Al Intishaar li Ahlil Hadits,
karya Muhammad bin Umar Bazmul hal. 88). 4.
Al Imam Qawaamus Sunnah Al Ashbahani
berkata: “Barangsiapa menyelisihi sahabat dan
tabi’in (salaf) maka ia sesat, walaupun banyak
ilmunya.” (Al Hujjah fii Bayaanil Mahajjah,
2/437-438, saya nukil dari kitab Al Intishaar li
Ahlil Hadits, hal. 88) 5. Al-Imam As Syathibi
berkata: “Segala apa yang menyelisihi manhaj
salaf, maka ia adalah kesesatan.” (Al
Muwafaqaat, 3/284), saya nukil melalui Al
Marqat fii Nahjis Salaf Sabilun Najah, hal. 57). 6.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Tidak
tercela bagi siapa saja yang menampakkan
manhaj salaf, berintisab dan bersandar
kepadanya, bahkan yang demikian itu disepakati
wajib diterima, karena manhaj salaf pasti
benar.” (Majmu’ Fatawa, 4/149). Beliau juga
berkata: “Bahkan syi’ar Ahlul Bid’ah adalah
meninggalkan manhaj salaf.” (Majmu’ Fatawa,
4/155).
Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala senantiasa
membimbing kita untuk mengikuti manhaj salaf
di dalam memahami dienul Islam ini,
mengamalkannya dan berteguh diri di atasnya,
sehingga bertemu dengan-Nya dalam keadaan
husnul khatimah. Amin yaa Rabbal ‘Alamin.
Wallahu a’lamu bish shawaab.