Friday 24 January 2014

Hukum Memperingati Maulid Nabi

0 komentar
Banyak sekali pertanyaan yang di
ajukan oleh kebanyakan kaum muslimim
tentang hukum Memperingati Maulid Nabi
Muhammad sholallahu ‘alahi wa sallam
dan hukum mengadakannya setiap
kelahiran beliau.
Adapun jawabannya adalah : TIDAK
BOLEH merayakan peringatan maulid nabi
karena hal itu termasuk bid’ah yang di
ada-adakan dalam agama ini, karena
Rasulullah tidak pernah merayakannya,
tidak pula para khulafaur rosyidin dan
para sahabat, serta tidak pula para para
tabi’in pada masa yang utama,
sedangkan mereka adalah manusia yang
paling mengerti dengan As-sunnah, paling
cinta kepada Rasulullah, dan paling
ittiba’ kepada syari’at beliau dari pada
orang – orang sesudah mereka.
Telah tsabit (tetap) dari Nabi shollallahu
‘alaihi wa sallam, bahwa beliau
bersabda : “ Barang siapa mengadakan
perkara baru dalam (agama) kami ini
yang tidak ada asal darinya, maka
perkara itu tertolak. “(HR. Bukhori
Muslim).
Dan beliau telah bersabda dalam hadits
yang lain : “ (Ikutilah) sunnahku dan
sunnah khulafaur rosyidin yang di beri
petunjuk sesudahku. Peganglah (kuat-
kuat) dengannya, gigitlah sunnahnya itu
dengan gigi gerahammu. Dan jauhilah
perkara-perkara yang di adakan-adakan
adalah bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat.
(HR. Tirmidzi dan dia berkata : Hadits
ini hasan shohih).
Dalam kedua hadits ini terdapat
p eringatan yang keras terhadap mengada-
adakan bid’ah dan beramal dengannya.
Sungguh Alloh telah berfirman : “ Apa
yang telah di berikan Rasul kepadamu,
maka ambillah dan apa yang di larangnya
bagimu maka tinggalkanlah. “(QS. Al-
Hasyr : 7).
Alloh juga berfirman : “ Maka hendaknya
orang yang menyalahi perintah-Nya,
takut akan di timpa cobaan atau di timpa
adzab yang pedih. “(QS. AN-Nuur : 63).
Allah juga berfirman : “ Orang-orang
yang terdahulu yang pertama-tama
(masuk islam) di antara orang-orang
Muhajirin dan Anshor dan orang-orang
yang mengikuti mereka dengan baik,
Allah ridho kepada mereka dan mereka
ridho kepada Allah. Dan Allah
menyediakan untuk mereka surga-surga
yang di bawahnya ada sungai-sungai
yang mengalir, mereka kekal di dalamnya
selama-lamanya. Itulah keberuntungan
yang besar. “(QS. At-Taubah : 100).
Allah juga berfirman : “ Pada hari ini
telah aku sempurnakan untukmu
agamamu dan telah Kucukupkan
kepadamu ni’mat-Ku dan Aku ridho Islam
sebagai agamamu. “(QS. Al Maidah : 3).
Dan masih banyak ayat yang semakna
dengan ini.
Mengada-adakan Maulid berarti telah
beranggapan bahwa Allah belum
menyempurnakan agama ini dan juga
(beranggapan) bahwa Rasulullah belum
menyampaikan seluruh risalah yang
harus di amalkan oleh umatnya. Sampai
datanglah orang-orang mutaakhirin
yang membuat hal-hal baru (bid’ah)
dalam syari’at Alloh yang tidak diijinkan
oleh Allah.
Mereka beranggapan bahwa dengan
maulid tersebut dapat mendekatkan
umat islam kepada Allah. Padahal,
maulid ini tanpa di ragukan lagi
mengandung bahaya yang besar dan
menentang Allah dan Rasul-Nya karena
Allah telah menyempurnan agama Islam
untuk hamba-Nya dan Rasulullah telah
menyempurnakan seluruh risalah
sampai tak tertinggal satupun jalan yang
dapat menghubungkan ke surga dan
menjauhkan dari neraka, kecuali beliau
telah meyampaikan kepada umat ini.
Sebagimana dalam hadits shohih
disebutkan, dari Abdullah bin Umar
radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda : “ Tidaklah Allah mengutus
seorang nabi kecuali wajib atas nabi itu
menunjukkan kebaikan dan
memperingatkan umatnya dari kejahatan
yang Allah ajarkan atasnya. “(HR.
Muslim).
Dan sudah di ketahui bahwa nabi kita
adalah nabi yang paling utama dan
penutup para nabi. Beliau adalah nabi
yang paling sempurna dalam
menyampaikan risalah dan nasehat.
Andaikata perayaan maulid termasuk
dari agama yang di ridhoi oleh Allah,
maka pasti Rasulullah akan
menerangkan hal tersebut kapada
umatnya atau para sahabat
melakukannya setelah wafatnya beliau.
Namun, karena tidak terjadi sedikitpun
dari maulid saat itu, dapatlah di ketahui
bahwa maulid bukan berasal dari islam,
bahkan termasuk dalam bid’ah yang
telah Rasulullah peringatkan darinya
kepada umat beliau. Sebagaimana dua
hadits yang telah lalu. Dan ada juga
hadits yang semakna dengan keduanya. ,
di antaranya sabda beliau dalam
khutbah jum’at : “ Amma ba’du, maka
sebaik-baiknya perkataan adalah Kitabullah
(Al-Qur’an) dan sebaik-baiknya petunjuk
adalah petunjuk Muhammad. Dan sejelek-
jeleknya perkara adalah perkara yang di
ada-adakan dan setiap bid’ah itu sesat.
“(HR. Muslim). Ayat-ayat dan hadits-
hadits dalam bab ini banyak sekali, dan
sungguh kebanyakan para ulama telah
menjelaskan kemungkaran maulid dan
memperingatkan umat darinya dalam
rangka mengamalkan dalil-dalil yang
tersebut di atas dan dalil-dalil lainnya.
Namun sebagian mutaakhirin (orang-
orang yang datang belakangan ini)
memperbolehkan maulid bila tidak
mengandung sedikitpun dari beberapa
kemungkaran seperti : Ghuluw (berlebih-
lebihan) dalam mengagungkan
Rasulullah, bercampurnya wanita dan
laki-laki, menggunakan alat-alat musik
dan lain-lainnya, mereka menganggap
bahwa Maulid adalah termasuk BID’AH
HASANAH, sedangkan Qo’idah
Syara’ (kaidah-kaidah / peraturan
syari’at ini) mengharuskan
mengembalikan perselisihan tersebut
kepada kitab Allah dan sunnah
Rasulullah, sebagaimana Allah
berfirman :
“ Hai orang-orang yang beriman taatlah
kamu kepada Allah dan taatlah kamu
kepada Rasul dan Ulil Amri dari kalian
maka bila terjadi perselisihan di antara
kalian tentang sesuatu kembalikanlah
kepada (kitab) Allah dan (sunnah)
RasulNya bila kalian memang beriman
kepada Allah dan hari akhir demikian itu
lebih baik dan lebih bagus akibatnya.
“(QS. Ann Nisaa’ : 59).
Allah juga berfirman : “ Tentang sesuatu
apapun yang kamu berselisih, maka
putusannya (harus) kepada (kitab) Allah,
“(QS. Asy Syuraa : 10).
Dan sungguh kami telah mengembalikan
masalah perayaan maulid ini kepada
kitab Allah. Kami menemukan bahwa
Allah memerintahkan kita untuk
ittiba’ (mengikuti) kepada Rasulullah
terhadap apa yang beliau bawa dan
Allah memperingatkan kita dari apa
yang dilarang. Allah juga telah
memberitahukan kepada kita bahwa Dia
Shubhanahu wa Ta’ala telah
menyempurnakan Agama Islam untuk
umat ini. Sedangkan, perayaan maulid
ini bukan termasuk dari apa yang
dibawa Rasulullah dan juga bukan dari
agama yang telah Allah sempurnakan
untuk kita. Kami juga mengembalikan
masalah ini kepada sunnah Rasulullah.
Dan kami tidak menemukan di
dalamnya bahwa beliau telah melakukan
maulid.
Beliau juga tidak memerintahkannya
dan para sahabat pun tidak
melakukannya. Dari situ kita ketahui
bahwa maulid bukan dari agama Islam.
Bahkan, maulid termasuk bid’ah yang
diada-adakan serta bentuk tasyabbuh
(menyerupai) orang yahudi dan nasrani
dalam perayaan-perayaan mereka. Dari
situ jelaslah bagi setiap orang yang
mencintai kebenaran dan adil dalam
kebenaran, bahwa perayaan maulid
bukan dari agama Islam bahkan
termasuk bid’ah yang diada-adakan
yang mana Allah dan Rasulnya telah
memerintahkan agar meningggalkan
serta berhati-hati darinya. Tidak pantas
bagi orang yang berakal sehat untuk
tertipu dengan banyaknya orang yang
melakukan maulid di seluruh penjuru
dunia, karena kebenaran tidak diukur
dengan banyaknya pelaku, tapi diukur
dengan dalil-dalil syar’i, sebagaimana
Allah berfirman tentang Yahudi dan
Nasrani : “ Dan mereka (Yahudi dan
Nasrani) berkata : ‘Sekali-kali tidak akan
masuk surga kecuali orang-orang (yang
beragama) Yahudi dan Nasrani’.
Demikianlah itu (hanya) angan-angan
kosong mereka belaka. Katakanlah :’
Tunjukkanlah bukti kebenaran jika kamu
adalah orang yang benar . ” (QS. Al
Baqarah : 111).
Allah juga berfirman : “ Dan jika kamu
mengikuti kebanyakan orang-orang di
muka bumi ini, niscaya mereka akan
menyesatkanmu dari jalan Alloh. “ (QS.
Al An’aam : 116 ). Wallahu a’lamu bis
showab.
Maroji’ :
Diterjemahkan oleh Ustadz Abu Ilyas
Agus Su’aidi As-Sadawy dari kitab At-
Tahdzir minal Bida’, hal 7-15 dan 58-59,
karya Syaikh Abdul Azis bin Abdullah
bin Baaz rahimahullah. Untuk lebih
jelasnya lagi dapat dilihat dalam
bebrapa rujukan berikut :
1. Mukhtashor Iqtidho’ Ash Shirot Al
Mustaqim (hal. 48-49) karya ibnu
Taimiyah.
2. Majmu’u Fataawa (hal. 87-89) karya
Asy Syaikh Muhammad bin Sholih Al
Utsaimin.
BULETIN DAKWAH AT-TASHFIYYAH,
Surabaya Edisi : 15 / Robi’ul Awal / 1425