Friday 24 January 2014

Biografi Tokoh Islam

0 komentar
Imam Ahmad Bin
Hambal, Abu Muqbil
bin Muhammad Hasyim
Yahya bin Ma’in berkata, “Saya tidak
pernah melihat orang yang seperti Imam
Ahmad bin Hambal, saya berteman
dengannya selama lima puluh tahun dan
tidak pernah menjumpai dia
membanggakan sedikitpun kebaikan
yang ada padanya kepada kami”.
Nama dan Nasab :
Kunyah beliau Abu Abdillah, namanya
Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin
Hilal bin Asad Al Marwazi Al Baghdadi.
Ayah beliau seorang komandan pasukan
di Khurasan di bawah kendali Dinasti
Abbasiyah. Kakeknya mantan Gubernur
Sarkhas di masa Dinasti Bani Umayyah,
dan di masa Dinasti Abbasiyah menjadi
da’i yang kritis. Kelahiran Beliau :
Beliau dilahirkan di kota Baghdad pada
bulan Rabi’ul Awwal tahun 164 Hijriyah.
Beliau tumbuh besar di bawah asuhan
kasih sayang ibunya, karena bapaknya
meninggal dunia saat beliau masih
berumur belia, tiga tahun. Meski beliau
anak yatim, namun ibunya dengan
sabar dan ulet memperhatian
pendidikannya hingga beliau menjadi
anak yang sangat cinta kepada ilmu dan
ulama karena itulah beliau kerap
menghadiri majlis ilmu di kota
kelahirannya. Awal mula Menuntut Ilmu
Ilmu yang pertama kali dikuasai adalah
Al Qur’an hingga beliau hafal pada usia
15 tahun, beliau juga mahir baca-tulis
dengan sempurna hingga dikenal
sebagai orang yang terindah tulisannya.
Lalu beliau mulai konsentrasi belajar
ilmu hadits di awal umur 15 tahun itu
pula. Keadaan fisik beliau :
Muhammad bin ‘Abbas An-Nahwi
bercerita, Saya pernah melihat Imam
Ahmad bin Hambal, ternyata Badan
beliau tidak terlalu tinggi juga tidak
terlalu pendek, wajahnya tampan, di
jenggotnya masih ada yang hitam. Beliau
senang berpakaian tebal, berwarna
putih dan bersorban serta memakai
kain.
Yang lain mengatakan, “Kulitnya
berwarna coklat (sawo matang)”
Keluarga beliau :
Beliau menikah pada umur 40 tahun dan
mendapatkan keberkahan yang
melimpah. Beliau melahirkan dari istri-
istrinya anak-anak yang shalih, yang
mewarisi ilmunya, seperti Abdullah dan
Shalih. Bahkan keduanya sangat banyak
meriwayatkan ilmu dari bapaknya.
Kecerdasan beliau :
Putranya yang bernama Shalih
mengatakan, Ayahku pernah bercerita,
“Husyaim meninggal dunia saat saya
berusia dua puluh tahun, kala itu saya
telah hafal apa yang kudengar darinya”.
Abdullah, putranya yang lain
mengatakan, Ayahku pernah
menyuruhku, “Ambillah kitab
mushannaf Waki’ mana saja yang kamu
kehendaki, lalu tanyakanlah yang kamu
mau tentang matan nanti kuberitahu
sanadnya, atau sebaliknya, kamu tanya
tentang sanadnya nanti kuberitahu
matannya”. Abu Zur’ah pernah ditanya,
“Wahai Abu Zur’ah, siapakah yang lebih
kuat hafalannya? Anda atau Imam
Ahmad bin Hambal?” Beliau menjawab,
“Ahmad”. Beliau masih ditanya,
“Bagaimana Anda tahu?” beliau
menjawab, “Saya mendapati di bagian
depan kitabnya tidak tercantum nama-
nama perawi, karena beliau hafal nama-
nama perawi tersebut, sedangkan saya
tidak mampu melakukannya”. Abu
Zur’ah mengatakan, “Imam Ahmad bin
Hambal hafal satu juta hadits”.
Pujian Ulama terhadap beliau :
Abu Ja’far mengatakan, “Ahmad bin
Hambal manusia yang sangat pemalu,
sangat mulia dan sangat baik
pergaulannya serta adabnya, banyak
berfikir, tidak terdengar darinya kecuali
mudzakarah hadits dan menyebut
orang-orang shalih dengan penuh
hormat dan tenang serta dengan
ungkapan yang indah. Bila berjumpa
dengan manusia, maka ia sangat ceria
dan menghadapkan wajahnya
kepadanya. Beliau sangat rendah hati
terhadap guru-gurunya serta
menghormatinya”.
Imam Asy-Syafi’i berkata, “Ahmad bin
Hambal imam dalam delapan hal, Imam
dalam hadits, Imam dalam Fiqih, Imam
dalam bahasa, Imam dalam Al Qur’an,
Imam dalam kefaqiran, Imam dalam
kezuhudan, Imam dalam wara’ dan
Imam dalam Sunnah”.
Ibrahim Al Harbi memujinya, “Saya
melihat Abu Abdillah Ahmad bin
Hambal seolah Allah gabungkan
padanya ilmu orang-orang terdahulu
dan orang-orang belakangan dari
berbagai disiplin ilmu”. Kezuhudannya :
Beliau memakai peci yang dijahit
sendiri. Dan kadang beliau keluar ke
tempat kerja membawa kampak untuk
bekerja dengan tangannya. Kadang juga
beliau pergi ke warung membeli seikat
kayu bakar dan barang lainnya lalu
membawa dengan tangannya sendiri. Al
Maimuni pernah berujar, “Rumah Abu
Abdillah Ahmad bin Hambal sempit dan
kecil”. Tekunnya dalam ibadah
Abdullah bin Ahmad berkata, “Bapakku
mengerjakan shalat dalam sehari-
semalam tiga ratus raka’at, setelah
beliau sakit dan tidak mampu
mengerjakan shalat seperti itu, beliau
mengerjakan shalat seratus lima puluh
raka’at. Wara’ dan menjaga harga diri
Abu Isma’il At-Tirmidzi mengatakan,
“Datang seorang lelaki membawa uang
sebanyak sepuluh ribu (dirham) untuk
beliau, namun beliau menolaknya”. Ada
juga yang mengatakan, “Ada seseorang
memberikan lima ratus dinar kepada
Imam Ahmad namun beliau tidak mau
menerimanya”. Juga pernah ada yang
memberi tiga ribu dinar, namun beliau
juga tidak mau menerimanya. Tawadhu’
dengan kebaikannya :
Yahya bin Ma’in berkata, “Saya tidak
pernah melihat orang yang seperti Imam
Ahmad bin Hambal, saya berteman
dengannya selama lima puluh tahun dan
tidak pernah menjumpai dia
membanggakan sedikitpun kebaikan
yang ada padanya kepada kami”. Beliau
(Imam Ahmad) mengatakan, “Saya ingin
bersembunyi di lembah Makkah hingga
saya tidak dikenal, saya diuji dengan
popularitas”. Al Marrudzi berkata, “Saya
belum pernah melihat orang fakir di
suatu majlis yang lebih mulia kecuali di
majlis Imam Ahmad, beliau perhatian
terhadap orang fakir dan agak kurang
perhatiannya terhadap ahli dunia (orang
kaya), beliau bijak dan tidak tergesa-
gesa terhadap orang fakir. Beliau sangat
rendah hati, begitu tinggi
ketenangannya dan sangat memuka
kharismanya”. Beliau pernah bermuka
masam karena ada seseorang yang
memujinya dengan mengatakan,
“Semoga Allah membalasmu dengan
kebaikan atas jasamu kepada Islam?”
beliau mengatakan, “Jangan begitu
tetapi katakanlah, semoga Allah
membalas kebaikan terhadap Islam atas
jasanya kepadaku, siapa saya dan apa
(jasa) saya?!”
Sabar dalam menuntut ilmu
Tatkala beliau pulang dari tempat
Abdurrazzaq yang berada di Yaman, ada
seseorang yang melihatnya di Makkah
dalam keadaan sangat letih dan capai.
Lalu ia mengajak bicara, maka Imam
Ahmad mengatakan, “Ini lebih ringan
dibandingkan faidah yang saya
dapatkan dari Abdirrazzak”.
Hati-hati dalam berfatwa :
Zakariya bin Yahya pernah bertanya
kepada beliau, “Berapa hadits yang
harus dikuasai oleh seseorang hingga
bisa menjadi mufti? Apakah cukup
seratus ribu hadits? Beliau menjawab,
“Tidak cukup”. Hingga akhirnya ia
berkata, “Apakah cukup lima ratus ribu
hadits?” beliau menjawab. “Saya harap
demikian”. Kelurusan aqidahnya sebagai
standar kebenaran
Ahmad bin Ibrahim Ad-Dauruqi
mengatakan, “Siapa saja yang kamu
ketahui mencela Imam Ahmad maka
ragukanlah agamanya”. Sufyan bin
Waki’ juga berkata, “Ahmad di sisi kami
adalah cobaan, barangsiapa mencela
beliau maka dia adalah orang fasik”.
Masa Fitnah :
Pemahaman Jahmiyyah belum berani
terang-terangan pada masa khilafah Al
Mahdi, Ar-Rasyid dan Al Amin, bahkan
Ar-Rasyid pernah mengancam akan
membunuh Bisyr bin Ghiyats Al Marisi
yang mengatakan bahwa Al Qur’an
adalah makhluq. Namun dia terus
bersembunyi di masa khilafah Ar-Rasyid,
baru setelah beliau wafat, dia
menampakkan kebid’ahannya dan
menyeru manusia kepada kesesatan ini.
Di masa khilafah Al Ma’mun, orang-
orang jahmiyyah berhasil menjadikan
paham jahmiyyah sebagai ajaran resmi
negara, di antara ajarannya adalah
menyatakan bahwa Al Qur’an makhluk.
Lalu penguasa pun memaksa seluruh
rakyatnya untuk mengatakan bahwa Al
Qur’an makhluk, terutama para
ulamanya. Barangsiapa mau menuruti
dan tunduk kepada ajaran ini, maka dia
selamat dari siksaan dan penderitaan.
Bagi yang menolak dan bersikukuh
dengan mengatakan bahwa Al Qur’an
Kalamullah bukan makhluk maka dia
akan mencicipi cambukan dan pukulan
serta kurungan penjara. Karena
beratnya siksaan dan parahnya
penderitaan banyak ulama yang tidak
kuat menahannya yang akhirnya
mengucapkan apa yang dituntut oleh
penguasa zhalim meski cuma dalam
lisan saja. Banyak yang membisiki Imam
Ahmad bin Hambal untuk
menyembunyikan keyakinannya agar
selamat dari segala siksaan dan
penderitaan, namun beliau menjawab,
“Bagaimana kalian menyikapi hadits
“Sesungguhnya orang-orang sebelum
kalianKhabbab, yaitu sabda Nabi
Muhammad ada yang digergaji
kepalanya namun tidak membuatnya
berpaling dari agamanya”. HR. Bukhari
12/281. lalu beliau menegaskan, “Saya
tidak peduli dengan kurungan penjara,
penjara dan rumahku sama saja”.
Ketegaran dan ketabahan beliau dalam
menghadapi cobaan yang menderanya
digambarkan oleh Ishaq bin Ibrahim,
“Saya belum pernah melihat seorang
yang masuk ke penguasa lebih tegar dari
Imam Ahmad bin Hambal, kami saat itu
di mata penguasa hanya seperti lalat”.
Di saat menghadapi terpaan fitnah yang
sangat dahsyat dan deraan siksaan yang
luar biasa, beliau masih berpikir jernih
dan tidak emosi, tetap mengambil
pelajaran meski datang dari orang yang
lebih rendah ilmunya. Beliau
mengatakan, “Semenjak terjadinya
fitnah saya belum pernah mendengar
suatu kalimat yang lebih mengesankan
dari kalimat yang diucapkan oleh
seorang Arab Badui kepadaku, “Wahai
Ahmad, jika anda terbunuh karena
kebenaran maka anda mati syahid, dan
jika anda selamat maka anda hidup
mulia”. Maka hatiku bertambah kuat”.
Ahli hadits sekaligus juga Ahli Fiqih
Ibnu ‘Aqil berkata, “Saya pernah
mendengar hal yang sangat aneh dari
orang-orang bodoh yang mengatakan,
“Ahmad bukan ahli fiqih, tetapi hanya
ahli hadits saja. Ini adalah puncaknya
kebodohan, karena Imam Ahmad
memiliki pendapat-pendapat yang
didasarkan pada hadits yang tidak
diketahui oleh kebanyakan manusia,
bahkan beliau lebih unggul dari
seniornya”. Bahkan Imam Adz-Dzahabi
berkata, “Demi Allah, beliau dalam fiqih
sampai derajat Laits, Malik dan Asy-
Syafi’i serta Abu Yusuf. Dalam zuhud
dan wara’ beliau menyamai Fudhail dan
Ibrahim bin Adham, dalam hafalan
beliau setara dengan Syu’bah, Yahya Al
Qaththan dan Ibnul Madini. Tetapi
orang bodoh tidak mengetahui kadar
dirinya, bagaimana mungkin dia
mengetahui kadar orang lain!!
Guru-guru Beliau
Imam Ahmad bin Hambal berguru
kepada banyak ulama, jumlahnya lebih
dari dua ratus delapan puluh yang
tersebar di berbagai negeri, seperti di
Makkah, Kufah, Bashrah, Baghdad,
Yaman dan negeri lainnya. Di antara
mereka adalah:
1. Ismail bin Ja’far
2. Abbad bin Abbad Al-Ataky
3. Umari bin Abdillah bin Khalid
4. Husyaim bin Basyir bin Qasim bin
Dinar As-Sulami
5. Imam Asy-Syafi’i.
6. Waki’ bin Jarrah.
7. Ismail bin Ulayyah.
8. Sufyan bin ‘Uyainah
9. Abdurrazaq
10. Ibrahim bin Ma’qil.
Murid-murid Beliau :
Umumnya ahli hadits pernah belajar
kepada imam Ahmad bin Hambal, dan
belajar kepadanya juga ulama yang
pernah menjadi gurunya, yang paling
menonjol adalah :
1. Imam Bukhari.
2. Muslim
3. Abu Daud
4. Nasai
5. Tirmidzi
6. Ibnu Majah
7. Imam Asy-Syafi’i. Imam Ahmad juga
pernah berguru kepadanya.
8. Putranya, Shalih bin Imam Ahmad
bin Hambal
9. Putranya, Abdullah bin Imam Ahmad
bin Hambal
10. Keponakannya, Hambal bin Ishaq
11. dan lain-lainnya. Wafat beliau :
Setelah sakit sembilan hari, beliau
Rahimahullah menghembuskan nafas
terakhirnya di pagi hari Jum’at
bertepatan dengan tanggal dua belas
Rabi’ul Awwal 241 H pada umur 77
tahun. Jenazah beliau dihadiri delapan
ratus ribu pelayat lelaki dan enam puluh
ribu pelayat perempuan. Karya beliau
sangat banyak, di antaranya :
1. Kitab Al Musnad, karya yang paling
menakjubkan karena kitab ini memuat
lebih dari dua puluh tujuh ribu hadits.
2. Kitab At-Tafsir, namun Adz-Dzahabi
mengatakan, “Kitab ini hilang”.
3. Kitab Az-Zuhud
4. Kitab Fadhail Ahlil Bait
5. Kitab Jawabatul Qur’an
6. Kitab Al Imaan
7. Kitab Ar-Radd ‘alal Jahmiyyah
8. Kitab Al Asyribah
9. Kitab Al Faraidh
Terlalu sempit lembaran kertas untuk
menampung indahnya kehidupan sang
Imam. Sungguh sangat terbatas
ungkapan dan uraian untuk bisa
memaparkan kilauan cahaya yang
memancar dari kemulian jiwanya.
Perjalanan hidup orang yang meneladai
panutan manusia dengan sempurna,
cukuplah itu sebagai cermin bagi kita,
yang sering membanggakannya namun
jauh darinya.
Dikumpulkan dan diterjemahkan dari
kitab Siyar A’lamun Nubala
Karya Al Imam Adz-Dzahabi
Rahimahullah